Udin ditugaskan ke Bosnia, bergabung dengan pasukan PBB yang menjaga perdamaian disana. Posnya ada di sebuah daerah terpencil, di kaki pegunungan yang sunyi. Selama sebulan ? Udin mencoba menahan diri untuk tidak memenuhi kebutuhan seks-nya. Tapi akhirnya dia tidak tahan. Dia datang ke koleganya, seorang perwira Arab, dan bertanya :
” bagaimana caranya ” gituan ” di daerah terpencil ini “.
Jawab sang perwira Arab : ” Kamu bisa pakai kuda dibelakang markas itu ” .
Udin ingat Pancasila dan Sapta Marga, maka bertekad ia tak mau melakukan perbuatan nista ini. Tapi pada bulan ke dua, ia tak tahan lagi. Dia datang ke rekannya yang lain, seorang perwira India dan menanyakan hal yang sama. Dia juga dapat jawaban yang sama : ” Kamu bisa pakai kuda di belakang markas itu ” . Udin diam, tapi tetap ingat Pancasila dan Sapta Marga. Sampai akhirnya di bulan kelima, dia tak tahan lagi. Dia mendatangi si perwira Arab dan berbisik : malu-malu, bahwa dia mau “gituan ” .
Si Arab mengangguk simpatik : ” Silahkan pakai kuda itu, ini memang giliranmu ” . Nah, Udinpun dengan berjingkat mendatangi si kuda, dan melampiaskan hasratnya di tubuh hewan itu. Lalu dia kembali ke si perwira Arab sambil senyum kecil :
” Wah, thank you, saya sudah pakai kudanya ” .
“Ah, tak perlu berterima kasih. Semua orang disini kalau mau ke rumah bordil di bukit itu memang biasanya naik kuda “.