Jakarta di akhir 1950-an.Kehidupan malam sekitar stasiun Senen,yang dulunya pasar burung dan sekarang menjadi Youth Center itu, biasanya diramaikan dengan munculnya tukang-2 koran,lotere,tukang becak,tukang pijat (banyak yang buta), tukang sulap, tukang obat dan..Lenong.Tapi ini tidak seperti yang ditampilkan di tv sekarang ini.Yang ini masih Betawi aseli, mainnya di "panggung" terbuka.
Artinya tiap pergantian adegan tidak ada tutup layar,para pemain cukup beranjak masuk ke tempat yang juga terbuka.Dengan diterangi lampu minyak macam obor,si pemilik merangkap sutradara dan pengumpul dana membuka cerita:
"Nah,para penonton inilah adegan Prabu Anu yang punya putri yang sangat kolokan".Lalu seorang raja memangku putrinya yang katanya kolokan itu.
Karena pemeran raja maupun putrinya juga sama-2 remaja, maka sang Raja ada merasakan sesuatu di tubuhnya,yang dia tidak ingin diketahui orang lain.
Waktu ganti adegan lain yang tidak ada kehadiran Raja, semua pemain sudah pada masuk. Tapi, anehnya sang Raja masih adem-ayem saja di kursinya. Si Sutradara yang nampaknya sudah kenyang asam-garam kehidupan (lenong) akhirnya dapat akal.Segera dia umumkan:
"Para penonton yang terhormat,dengan mendadak terpaksa kami umumkan bahwa sekarang Raja kita ini.....bongkok. Dan dengan berbongkok-bongkok sang Raja pun bergabung dengan yang lain